07 January 2014

Industri rokok penting untuk ekonomi Indonesia?

Industri tembakau hanya memberikan kontribusi sebesar 1 persen dari total output nasional dan menduduki peringkat ke-34. Sedangkan dari sumbangan terhadap lapangan kerja pada tahun yang sama (2007) industri rokok hanya menduduki peringkat ke-48, sedangkan pertanian tembakau menduduki peringkat ke-30 diantara 66 sektor.
Secara nasional, jumlah tenaga kerja industri tembakau dan petani cengkeh adalah kurang dari 2 persen dari jumlah pekerja di semua sektor. Sedangkan dari upah yang diterima, pekerja industri tembakau menduduki peringkat ke-37 dengan rata-rata upah Rp 662.000 perbulan. Upah buruh tersebut sama sekali tidak menjamin mobilitas vertikal ekonomi para buruh, karena hanya cukup untuk biaya makan.
Seharusnya terdapat studi lebih lanjut untuk melihat berapa belanja iklan perusahaan dibandingkan dengan biaya untuk upah buruh. Komparasi ini akan menjadi penting guna melihat bagaimana industri rokok membelanjakan pendapatannya. Sementara petani tembakau pendapatannya lebih rendah lagi, yaitu Rp 81.397 per bulan. Dari upah yang sangat rendah tersebut dapat diketahui bahwa petani tembakau dari jaman Belanda hingga sekarang relatif stagnan status ekonominya, selalu dalam kemiskinan struktural.
Selain itu, nilai kompetitif tembakau dengan produk pertanian lainnya juga dipertanyakan, karena sekarang ini hasil pertanian produk pangan seperti beras, jagung dan kedelai, sawit, kopi dan sebagainya sedang tinggi-tingginya di pasar dunia.
Dari sisi penerimaan negara dari cukai rokok. Dengan menerapkan cukai rokok sebesar 37 persen, Indonesia masuk dalam kategori terendah nomor 2 dalam hal cukai, hanya lebih tinggi sedikit dari Kamboja yang mematok 20 persen. Sedangkan dalam Undang Undang Cukai Indonesia menetapkan batas cukai maksimal sebesar 57%. Sementara rata-rata cukai gobal adalah 65%, artinya dengan cukai maksimal di Indonesia masih berada dibawah rata-rata global. Bandingkan dengan Thailand yang sudah memasang cukai sebesar 63 persen, atau Singapura yang bercukai hampir 90 persen.

Dari studi tersebut dapat dilihat bahwa industri rokok bukanlah industri yang secara signifikan dapat menyejahterakan rakyat Indonesia. Bahkan pertumbuhan industri rokok tersebut harus dibayar mahal oleh rakyat Indonesia berupa semakin tingginya biaya kesehatan masyarakat dengan perkiraan mencapai Rp 81 trilyun per tahun (TCSC IAKMI UI).

Beberapa fakta tambahan :

Argumen bahwa rokok mensponsori banyak event olahraga dan seni-budaya mudah dipatahkan. Terbukti SEA games yang skala internasional saja bisa jalan tanpa sponsor rokok. Lihat NBL Indonesia, bisa jalan tanpa sponsor rokok. Padahal lebih mewah penyelenggaraannya dibandingkan ketika namanya masih IBL. Ketika rokok sudah tidak mendominasi acara, banyak yang sudah menanti ingin masuk. Salah satunya yang pertumbuhannya semakin besar dari potensinya semakin mengkilap di masa depan: Telekomunikasi
Indonesia, aktif dalam penyusunan FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Satu kesepakatan dasar yang akan diimplementasikan di seluruh dunia terkait industri tembakau. Indonesia aktif dalam penyusunan di tingkat dunia, dan aktif di tingkat regional. Lucu sekali kini ternyata 90% penduduk dunia yang tinggal di 172 negara sudah meratifikasi FCTC, sementara Indonesia yang aktif menyusunnya ternyata malah belum. Negara mana lagi yang belum? Sedikit sekali, di antaranya Somalia dan Zimbabwe -_-* Indonesia satu satunya negara Asia Pacific yg belum meratifikasi FCTC. Aneh ya, sok sok eksis ikut nyusun giliran implementasi malah ga ikutan.. Mengapa bisa terjadi, perkiraan saya karena banyak pelobi dari perusahaan rokok dalam negeri dan terutama luar negeri yang meminta (bahkan membayar) agar Indonesia tidak meratifikasi.
Terbukti dari dihukumnya Ibu Ribka Tjiptaning sebagai ketua koimsi IX DPR RI yang dianggap bertanggung jawab terhadap hilangnya secara misterius pasal dalam RUU Tembakau yang menyatakan rokok itu adiktif. Ini fakta terakhir untuk membuat anda berpikir, perusahaan rokok di Indonesia banyak yang merupakan perusahaan Amerika dan Inggris. Sementara di Amerika dan Inggris sendiri masyarakatnya sudah dilarang keras untuk merokok. Nggak percaya? Baca sendiri di sini. Coba bayangkan, Amerika menjual kepada Indonesia dengan gencar produk yang oleh negaranya sendiri sudah ditinggalkan. Tidakkah itu membuat masyarakat Indonesia jadi tampak bodoh?

(Pandji Pragiwaksono)

No comments: